TUGAS 1
ADAT
DAN BUDAYA MINANGKABAU
Menurut tambo, sistem adat Minangkabau pertama kali dicetuskan oleh dua orang
bersaudara, Datuk
Ketumanggungan dan Datuk
Perpatih Nan Sebatang.
Datuk Ketumanggungan mewariskan sistem adat Koto Piliang yang aristokratis,
sedangkan Datuk Perpatih mewariskan sistem adat Bodi Caniago yang egaliter.
Dalam perjalanannya, dua sistem adat yang dikenal dengan kelarasan ini saling isi mengisi dan membentuk
sistem masyarakat Minangkabau.
Dalam
masyarakat Minangkabau, ada tiga pilar yang membangun dan menjaga keutuhan
budaya serta adat istiadat. Mereka adalah alim ulama, cerdik pandai, dan ninik
mamak, yang dikenal dengan istilah Tungku
Tigo Sajarangan. Ketiganya saling melengkapi dan bahu
membahu dalam posisi yang sama tingginya. Dalam masyarakat Minangkabau yang
demokratis dan egaliter, semua urusan masyarakat dimusyawarahkan oleh ketiga
unsur itu secara mufakat.
OLAHRAGA
Pacuan kuda merupakan olahraga berkuda yang telah lama ada di nagari-nagari Minang, dan
sampai saat ini masih diselenggarakan oleh masyarakatnya, serta menjadi
perlombaan tahunan yang dilaksanakan pada kawasan yang memiliki lapangan pacuan
kuda. Beberapa pertandingan tradisional lainnya yang masih dilestarikan dan
menjadi hiburan bagi masyarakat Minang antara lain lomba pacu jawi dan pacu
itik. sipak rago,atau nama lainnya sepak takraw adalah olah raga masyarakat
tradisional minang yang dimainkan sedikitnya lima atau empat orang, bolanya
terbuat dari anyaman rotan, bola ditendang dari setinggi pinggang sampai
setinggi kepala oleh sekelompok orang yang berdiri melingkar, dalam hikayat dan
novel serta beberapa film seperti film sengsara membawa nikmat ada menyinggung
masalah olahraga sipak rago ini.
RUMAH ADAT
Rumah
adat Minangkabau disebut dengan Rumah
Gadang, yang biasanya dibangun di atas
sebidang tanah milik keluarga induk dalamsuku tersebut secara turun temurun. Rumah adat ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan
dibagi atas dua bagian muka dan belakang. Umumnya berbahan kayu, dan sepintas kelihatan seperti
bentuk rumah panggung dengan atap yang khas, menonjol seperti tanduk kerbau
yang biasa disebut gonjong dan dahulunya atap ini berbahan ijuk sebelum berganti
dengan atap seng. Di halaman depan Rumah Gadang, biasanya didirikan dua
sampai enam buah Rangkiang yang digunakan sebagai tempat penyimpanan padi milik
keluarga yang menghuni Rumah Gadang tersebut.
Hanya
kaum perempuan bersama suaminya beserta anak-anak yang menjadi penghuni Rumah
Gadang, sedangkan laki-laki kaum tersebut yang sudah beristri, menetap di rumah
istrinya. Jika laki-laki anggota kaum belum menikah, biasanya tidur di surau. Suraubiasanya
dibangun tidak jauh dari komplek Rumah Gadang tersebut, selain berfungsi
sebagai tempat ibadah, juga berfungsi sebagai tempat tinggal lelaki dewasa
namun belum menikah.
Dalam
budaya Minangkabau, tidak semua kawasan boleh didirikan Rumah Gadang.
Hanya pada kawasan yang telah berstatus nagari saja rumah adat ini boleh ditegakkan. Oleh karenanya di beberapa
daerah rantau Minangkabau seperti Riau, Jambi, Negeri Sembilan, pesisir barat
Sumatera Utara dan Aceh, tidak dijumpai rumah adat bergonjong.
PERKAWINAN
Dalam
adat budaya Minangkabau, perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam siklus
kehidupan, dan merupakan masa peralihan yang sangat berarti dalam membentuk
kelompok kecil keluarga baru pelanjut keturunan. Bagi lelaki Minang, perkawinan
juga menjadi proses untuk masuk lingkungan baru, yakni pihak keluarga istrinya.
Sementara bagi keluarga pihak istri, menjadi salah satu proses dalam penambahan
anggota di komunitas Rumah Gadang mereka.
Dalam
prosesi perkawinan adat Minangkabau, biasa disebut baralek,
mempunyai beberapa tahapan yang umum dilakukan. Dimulai dengan maminang (meminang), manjapuik marapulai (menjemput pengantin pria), sampai basandiang (bersanding
di pelaminan). Setelahmaminang dan
muncul kesepakatan manantuan
hari (menentukan
hari pernikahan), maka kemudian dilanjutkan dengan pernikahan secara Islam yang
biasa dilakukan di masjid, sebelum kedua pengantin bersanding di pelaminan. Pada nagari tertentu setelah ijab kabul di depan penghulu atau tuan
kadi, mempelai pria akan diberikan gelar
baru sebagai panggilan penganti nama kecilnya. Kemudian masyarakat sekitar akan memanggilnya dengan
gelar baru tersebut. Gelar panggilan tersebut biasanya bermulai dari sutan, bagindo atau sidi (sayyidi) di kawasan pesisir pantai. Sementara itu
di kawasan Luhak Limopuluah, pemberian gelar ini tidak berlaku.
PERSUKUAN
Suku
dalam tatanan Masyarakat Minangkabau merupakan basis dari organisasi sosial, sekaligus
tempat pertarungan kekuasaan yang fundamental. Pengertian awal kata sukudalam Bahasa Minang dapat bermaksud satu
perempat, sehingga jika dikaitkan dengan pendirian
suatu nagari di Minangkabau, dapat dikatakan sempurna apabila telah terdiri dari
komposisi empat suku yang mendiami kawasan tersebut. Selanjutnya, setiap suku
dalam tradisi Minang, diurut dari garis keturunan yang sama dari pihak ibu, dan
diyakini berasal dari satu keturunan nenek moyang yang sama.
Selain
sebagai basis politik, suku juga merupakan basis dari unit-unit ekonomi.
Kekayaan ditentukan oleh kepemilikan tanah keluarga, harta, dan sumber-sumber
pemasukan lainnya yang semuanya itu dikenal sebagai harta pusaka. Harta pusaka
merupakan harta milik bersama dari seluruh anggota kaum-keluarga. Harta pusaka
tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi. Harta
pusaka semacam dana jaminan bersama untuk melindungi anggota kaum-keluarga dari
kemiskinan. Jika ada anggota keluarga yang mengalami kesulitan atau tertimpa
musibah, maka harta pusaka dapat digadaikan.
Suku
terbagi-bagi ke dalam beberapa cabang keluarga yang lebih kecil atau disebut payuang (payung).
Adapun unit yang paling kecil setelah sapayuang disebut saparuik. Sebuah paruik (perut) biasanya tinggal pada sebuah Rumah Gadang secara bersama-sama.
FAKTOR BUDAYA
Ada
banyak penjelasan terhadap fenomena ini, salah satu penyebabnya ialah sistem
kekerabatan matrilineal. Dengan sistem ini, penguasaan harta pusaka dipegang
oleh kaum perempuan sedangkan hak kaum pria dalam hal ini cukup kecil. Selain
itu, setelah masa akil baligh para pemuda tidak lagi dapat tidur di rumah orang
tuanya, karena rumah hanya diperuntukkan untuk kaum perempuan beserta suaminya,
dan anak-anak.
Para
perantau yang pulang ke kampung halaman, biasanya akan menceritakan pengalaman
merantau kepada anak-anak kampung. Daya tarik kehidupan para perantau inilah
yang sangat berpengaruh di kalangan masyarakat Minangkabau sedari kecil. Siapa
pun yang tidak pernah mencoba pergi merantau, maka ia akan selalu
diperolok-olok oleh teman-temannya.Hal inilah yang menyebabkan kaum pria Minang
memilih untuk merantau. Kini wanita Minangkabau pun sudah lazim merantau. Tidak
hanya karena alasan ikut suami, tapi juga karena ingin berdagang, meniti karier
dan melanjutkan pendidikan.
Menurut Rudolf Mrazek, sosiolog Belanda, dua tipologi budaya Minang, yakni dinamisme dan
anti-parokialisme melahirkan jiwa merdeka, kosmopolitan, egaliter, dan
berpandangan luas, hal ini menyebabkan tertanamnya budaya merantau pada
masyarakat Minangkabau.Semangat untuk mengubah nasib dengan mengejar ilmu dan
kekayaan, serta pepatah Minang yang mengatakan Karatau madang dahulu, babuah babungo alun, marantau
bujang dahulu, di rumah paguno balun (lebih baik pergi merantau karena di kampung belum
berguna) mengakibatkan pemuda Minang untuk pergi merantau sedari muda.
KESENIAN
Masyarakat
Minangkabau memiliki berbagai macam atraksi dan kesenian, seperti tari-tarian
yang biasa ditampilkan dalam pesta adat maupun perkawinan. Di antara
tari-tarian tersebut misalnya tari pasambahan merupakan tarian yang dimainkan bermaksud sebagai ucapan
selamat datang ataupun ungkapan rasa hormat kepada tamu istimewa yang baru saja
sampai, selanjutnya tari piring merupakan bentuk tarian dengan gerak cepat dari para
penarinya sambil memegang piring pada telapak tangan masing-masing, yang
diiringi dengan lagu yang dimainkan oleh talempong dansaluang.
Silek atau Silat Minangkabau merupakan suatu seni bela diri tradisional khas suku ini
yang sudah berkembang sejak lama. Dewasa ini Silek tidak hanya diajarkan di
Minangkabau saja, namun juga telah menyebar ke seluruh Kepulauan Melayu bahkan hingga ke Eropa dan Amerika. Selain itu, adapula
tarian yang bercampur dengan silek yang disebut dengan randai. Randai biasa diiringi dengan nyanyian atau disebut juga
dengan sijobang, dalam
randai ini juga terdapat seni peran (acting) berdasarkan skenario.
Selain itu,
Minangkabau juga menonjol dalam seni berkata-kata. Terdapat tiga genre seni
berkata-kata, yaitu pasambahan (persembahan), indang, dan salawat
dulang. Seni berkata-kata atau bersilat lidah, lebih
mengedepankan kata sindiran, kiasan, ibarat, alegori, metafora, dan aforisme. Dalam seni
berkata-kata seseorang diajarkan untuk mempertahankan kehormatan dan harga
diri, tanpa menggunakan senjata dan kontak fisik.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Minangkabau#Kesenian
artikelnya bagus,ijin repost ya gan
BalasHapusMinang kabau ranah nan tacinto
BalasHapus